Makan Nastar
Mereka tidak habis reunian.
Tapi mulutnya sudah penuh dengan nastar.
Menunggu bertemu denganku, lalu akan disemburnya.
Ke mukaku.
Masuk remahnya, menyusup ke bulu hidungku yang bahkan jarang-jarang itu.
Salahnya aku terkejut.
Menganga.
Ia ledak tertawa.
Kian buas muntahannya.
Lidahku pun tahu nasib saja.
Menjilat nanas parut yang busuk tapi aroma surga.
Katanya lezat.
Katanya nikmat.
Aku cuma angguk-angguk saja.
Meski lambungku hampir mogok kerja.
Enaknya sebelah mana?
Kamar, 22.34
29 Februari 2012
Comments
Post a Comment