Menyangkal Diri


Apakah bagimu..


Menyangkal diri itu..
Datang ke hunianku pagi-pagi dan mengatakan hal ini.
Menafikan masa lalumu yang erat dengan perihal relasi.
Menutupi gerammu saat dirinya beranjak pergi. Meninggalkanmu, lalu mencari.
Menahan bahumu yang ingin gemetar berlari.
Berpaling dari ibumu yang terus memuji.
Berlari dari masa dini yang menurutmu tak cukup arti.
Menghindar dari belaian kepala yang sesungguhnya kau nikmati.
Beranjak dari duduk bersisian denganku, lalu terantuk memaksa murni.
Terseok mengejar sesuatu yang kau anggap mimpi.
Tunduk bertahan tanpa argumen dan selalu enggan memaki.
Tersenyum kosong menghentak pedih yang sesungguhnya tak sesuai kondisi.
Menerima tanda saling silang sebagai takdir dan misi yang tak boleh terhenti.
Membiarkan dirimu terlena gambaran imaji yang belum tentu kau minati.
Mengungkung kebebasan yang kontra-bebas lalu bertahan kau tekuni.
Mengorbankan segala atas nama Dia yang Ilahi.
Mengatakan pada-Nya, bahwa dirimu mendamba sepenuh hati
...dan diriku.. tak lagi mempunyai posisi..



Bagiku menyangkal diri itu..
Mengatakan aku tidak apa  ketika lelah dan sekarat.
Berteriak pada dunia bahwa periode-periode akan kujalani dengan kuat.
Menutup diri bagi siapapun demi dirimu tanpa kau minta. Rapat-rapat.
Menghamba diri mengawasimu meski waktu tak akan berlalu cepat.
Memandang jendela dirimu sambil tersenyum lekat.
Tak mengenal kosa-kata berharap, dengan bahagia menemani hari sang kandidat.
Menelan lontaran cemooh dari para sahabat.
Meyakinkan kepada dunia bahwa aku menggenggam visiku atasmu erat.
Melalui pintu-pintu rumahmu dan luput merasa tenggorokan tercekat.
Berlutut pada-Nya, memohon mujizat.
Tak mudah percaya bahwa mimpiku telah berkarat.
Terlunta meniti, berdarah mencoreti kalender berkawat.
Berdiri kaku di simpang jalan, menengok dari arah lajumu meski tak sempat.






Manusia yang berkorban..
....bolehkah menikmati rasa manusiawi yang tak ilahiah?



Bukankah itu juga... derita?




Kamar, 28 Agustus 2011
23.40

Comments