Langkahku pada Batu
Suatu waktu, aku aku tahu batu itulah yang akan kupijak. Jaraknya dariku hanya selebar keyakinan untuk mencapainya. Aku sendiri, ya dan tidak menganyunkan kaki. Masalahnya ada pada rambu yang tertanam pada sisi depan batu. Inginnya aku memaki. Hanya selangkah lagi jalanku, lalu mengapa pula harus dihalangi. Katak berteriak menyemangati meski aku tidak mengharapkan satu pun riak liurnya berseru bagiku. Yang kubutuhkan hanya satu: tolong pindahkan rambu itu.
Semut ikut-ikutan mengejek, merubung batu itu dengan pasukannya yang berjumlah seribu. Kau curang, semut! Mengapa rambu tak berlaku atas dirimu, melainkan hanya pada diriku? Aku menetak geram tanah yang sedang kupijak. Sekali lagi aku ingin melangkah, namun ya dan tidak mengayunkan kaki. Ada akar merintang terlalu tinggi. Daun-daun di atasku membuka melerai kawanannya, memberi jalan pada sinar, membiarkan berkas cahaya masuk menerangi medan tempuhku. Sinar, aku tak butuh pencerahan darimu, pergilah jauh supaya akar lancang ini beranjak daripada jalanku, kemudian mengikuti arah datangmu.
Lagi-lagi aku ingin lompat, menjejak batu itu. Rambu dan akar sudah bersekutu. Kini apa lagi penghambatku? Ah, di sana ada jebakan beruang, tepat di atas batu. Tolong lemparkan dirimu ke atasnya, marmut! Biar menutup nganganya dan menggigit dirimu. Marmut menggeleng, melengos tersinggung. Aku pandangi seorang diri batu di depanku.
Lama..
Tinggal selangkah lagi dan aku terhenti. Terimakasih.
Kau jalan setapak yang pedih.
Lama..
Tinggal selangkah lagi dan aku terhenti. Terimakasih.
Kau jalan setapak yang pedih.
Keyakinanku entah sampai kapan lagi.
10-28 Oktober 2011
15.22
10-28 Oktober 2011
15.22
Comments
Post a Comment