Sampai Jumpa
Aku bertanya pada cerah: apa yang dikatakannya pada hujan yang menggantikan hadirnya.
Aku bertanya pada tanah: apa yang disampaikannya pada rumput yang menutupi dirinya.
Aku bertanya pada matahari: apa yang dituturkannya pada bulan yang muncul ketika malam.
Aku bertanya pada tunas: apa yang diserukannya pada buah yang meniadakan dirinya.
Aku bertanya pada nasi: apa yang kau gumamkan pada perut yang menihilkan keberadaannya.
Aku bertanya pada debu: apa yang kau bisikkan pada angin yang menghembus dirimu berpencar.
Aku bertanya pada pangkal: apa yang kau pesankan pada akhir dan ujung, yang tega meninggalkan dirinya.
Cerah. Tanah. Matahari. Tunas. Nasi. Debu. Pangkal.
Semua menjawab padaku.
Hanya satu.
“Sampai jumpa”
“Seringan jumpaan di masa mendatang..
..Kami tak terganti,
..kami tak tertutup,
..kami tak terpisah,
..kami tak ditiadakan.
..Kami tak dinihilkan,
..tak terurai,
..tak diitinggalkan.
..KAMI TIDAK LENYAP.
Semuanya semudah menggantungkan harapan akan adanya daur yang penuh kelengkapan.”
Lalu aku bertanya pada aku: apa yang tak kau inginkan?
Jawabku: H A R A P A N.
Lebih baik digantikan.
Lebih baik ditutupi.
Lebih baik dipisahkan.
Lebih baik ditiadakan.
Lebih baik dibiarkan urai.
Lebih baik ditinggalkan.
Supaya lenyap.
Bagiku tak mudah berharap akan adanya daur yang indah.
Supaya tak perlu sakit aku karena harap.
Tak ingin ada kata S A M P A I J U M P A
..lalu sakit untuk kesekian kalinya.
Kamar, 11 Oktober 2011
Pk 01.55
Diucapkan oleh air mata yang ditiadakan usapan jari.
Berkali-kali jumpa, kemudian tiada lagi.
Comments
Post a Comment