Manusia Andai

Andai-andai, aku makhluk andai. Seringai tak ingin ketika kau suruh aku menapak lantai. Kian kau tarik, kian merosot aku dan makin menjuntai. Lemas bermalas, tak ingin turun dari impian yang gemulai. Menolak menatap realita dan tuntutan yang merantai. Tidak mau. Aku tak mau.


Andai-andai, aku makhluk andai. Duduk mengantuk, bertudung awan mimpi semampai. Ingin lepas dari dekapan angan, dan pergi meninggalkanmu dengan demikian santai. Tapi aku tak pernah bisa, tak sanggup, dan tak kuasa malampaui, lampaui pesona dan harapan yang hadir menggurui. Ingin kutinggalkan sekedar jejak selamat tinggal di samping duduk nyamanmu di suatu ramai. Menolak adaan  kondisi yang kini membeban tungkai.


Andai-andai, aku si makhluk andai. Sekali-sekali ingin kulerai titel keilahian dalam batasan kata di dalam diri. Mengenyahkan agama yang sekedar dan konsekuensi yang seharusnya tak perlu kualami. Berandai jika aku tak menyandang kata penunjuk persetujuan iman dan tak pernah bergabung dalam permainan hira-hiri. Siapa pula yang meminta supaya aku berjumpa dengan tragedi? Tak adakah otoritasku memilih pilihan yang akan kupilih?


Andai-andai, inilah aku si makhluk andai. Andai aku tak menyandang label ini, tentu perjumpaan ini tak akan kujumpai. Tak perlulah diriku berupaya memahami konsep yang terkait padamu, lalu hampir mati berusaha memaklumi. Tak akan ada cerita hati yang perlu dipahami, melainkan hanya terjadi demikian saja tanpa ada embel-embel ilahi. Tentunya akan berkurang intensitasku berandai-andai..



Andai.
Andai.
Andai.




Andai.
Kenari, 10 Oktober 2011
16.46
Dibasuh air mata.

Comments

Popular Posts